Kuta Bali, 27 – 30 Januarai 2010. Bertempat di Bali – Pulau Dewata kebanggaan Bangsa Indonesia – Forum Serikat Pekerja BUMN mengadakan acara Seminar dan Rakernas Ke-1. Acara ini diikuti oleh Serikat Karyawan dari 150 BUMN yang telah tergabung dalam Forum Serikat Pekerja BUMN se Indonesia.
Serikat Karyawan (Sekar) Perhutani sebagai salah satu anggota forum juga turut mengirimkan delegasi peserta seminar dan Rakernas sebanyak 5 (lima) orang, yaitu : perwakilan DPP, Ketua DPW I Jateng (Ahmad Taufik), Ketua DPW II Jatim (Mulato Joko), Ketua DPW III Janten (Amas Wijaya), dan Ketua DPW Kantor Pusat.
Acara Seminar Nasional diselenggarakan dengan mengangkat tema ”Membangun Sinergi dan Memperkokoh Good Governance di BUMN Menuju World Class Company”. Setelah itu dilanjutkan dengan Rapat Kerja Nasional Ke-1 Forum Serikat Pekerja BUMN di Hotel Jayakarta Jl. Werkudara Legian, Kuta Bali.
Acara ini dilaksanakan tanggal 27 – 30 Januari 2010, dan dihadiri oleh hampir segenap perwakilan dari Serikat Pekerja/Serikat Karyawan di seluruh Indonesia (150 BUMN dari 170 BUMN), Staf ahli Menteri BUMN dan Menakertrans, Wakil dari Gubernur Bali dan dinas/instansi terkait.
Acara dibuka oleh staf ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dilanjutkan dengan pemaparan sesi I : Membangun Sinergi di BUMN : Peluang dan Tantangan Menuju World Class Company, oleh : Tanri Abeng (Mantan Menteri Negara BUMN) , Faisal Basri (Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia) dan I. Ketut Marjana (Dirut PT Pos (Persero) Tbk. Sesi II : Implementasi Good Governance di BUMN Menuju World Class Company, oleh : Fachry Ali (Ketua Komite Kebijakan Publik Meneg BUMN), Ario Bimo (Wakil Ketua Komisi VI DPR RI), Alwinsyah Lubis (Direktur Utama PT Antam Tbk), Junino Jahja (Direktur Utama PERURI).
Meneg BUMN dalam sambutan yang dibacakan oleh staf ahli, antara lain menyampaikan bahwa secara umum kinerja BUMN selama tahun 2009 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Laba bersih BUMN tahun buku 2009 diperkirakan mencapai Rp 74 triliun, melampaui target laba bersih yang ditetapkan sebesar Rp 70 triliun. Total aset BUMN tahun 2009 diperkirakan meningkat sebesar Rp 77 triliun atau 8,7 %, yaitu dari Rp 1.978 triliun menjadi Rp 2.150 triliun. Pendapatan usaha tahun 2009 mengalami penurunan sebesar Rp 232 triliun atau 20 %, yaitu dari Rp 1.160 triliun menjadi Rp 930 triliun. Tahun 2010 pendapatan usaha ditargetkan mencapai Rp 1.050 triliun atau naik sekitar 13 % dari tahun 2009. Laba bersih ditargetkan meningkat secara signifikan menjadi Rp 90 triliun, atau naik 17,78 %. Sementara total aset ditargetkan meningkat menjadi Rp 2.400 triliun atau naik sebesar 11,63 % dibandingkan tahun 2009. Target dividen BUMN pada APBN 2009 sebesar Rp 26,8 triliun, dan naik menjadi Rp 28,6 triliun pada APBN-P 2009.
Berdasarkan data per 31 Desember 2009, total dividen BUMN yang disetorkan ke kas negara diperkirakan mencapai Rp 28,63 triliun, atau melampaui target yang telah ditetapkan pemerintah dan DPR. Sebanyak Rp 13,09 triliun dividen disumbangkan oleh PT Pertamina, dan Rp 15,54 triliun disumbangkan oleh BUMN non-Pertamina. Pencapaian dividen BUMN non-Pertamina tersebut naik 4,7 % dibandingkan tahun 2008. Realisasi belanja modal atau Capital Expenditure tahun 2009 (prognosa) mencapai 107,2 triliun. Pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan target sebesar Rp 152 triliun, dan realisasi belanja modal tahun 2008 sebesar Rp 128,32 triliun. Rendahnya realisasi tersebut disebabkan banyak BUMN yang menunda investasi, terkait dengan meluasnya dampak krisis global.
Pencapaian yang menggembirakan pada tahun 2009, diiringi pula dengan makin membaiknya penerapan tata kelola yang baik (good corporate governance). Berbagai hasil penilaian pihak eksternal menunjukkan, bahwa pelaksanaan GCG di BUMN semakin membaik. Hal itu dibuktikan dari berbagai penghargaan yang diterima oleh BUMN baik berskala nasional maupun internasional. Dari aspek integritas, sesuai hasil penilaian KPK tahun 2009, sembilan BUMN memperoleh nilai tertinggi, yaitu PT Pos, Pertamina, Jamsostek, Kawasan Berikat Nusantara, Angkasa Pura II, PELNI, PGN, PT KAI, dan Jasa Raharjaa.
Harus diakui bahwa masih ada BUMN merugi dan dikategorikan bermasalah. Selama ini rugi terbesar dibukukan PT PLN, yang menyumbang sekitar 90 % total kerugian BUMN. Tahun 2009 PLN tidak lagi rugi karena pemberian margin 5 % oleh pemerintah. Hal itu berdampak pada turunnya total kerugian BUMN secara sangat signifikan pada 2009, dari Rp 13,95 triliun pada 2008, menjadi Rp 1,17 triliun. Jumlah BUMN rugi turun dari 31 BUMN tahun 2008 menjadi 20 BUMN tahun 2009. Proyeksi tahun 2010, jumlah BUMN rugi tersisa 10 BUMN, dengan nilai total kerugian mencapai Rp 143,8 miliar.
Penyelesaian BUMN bermasalah semakin menunjukkan kemajuan, baik yang dilakukan sendiri maupun melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero). BUMN rugi/bermasalah yang telah diselesaikan permasalahannya tahun 2009 mencapai tujuh BUMN, dan satu BUMN dalam proses finalisasi. Kementrian BUMN akan melanjutkan proses privatisasi terhadap BUMN yang telah memperoleh persetujuan DPR. BUMN yang telah mendapatkan persetujuan DPR adalah Bank BTN, PT Garuda Indonesia, PT Pembangunan Perumahan, PT Krakatau Steel, PT Waskita Karya, dan PT Adhi Karya. PT Bank BTN (Persero) telah listing di Bursa Efek Indonesia pada 17 Desember 2009, dengan harga perdana Rp 800 per lembar saham dan total penerimaan sebesar Rp 1,88 triliun.
Membangun sinergi dan memperkokoh GCG BUMN menuju ”World Class Company”, dapat ditempuh dengan meningkatkan kepatuhan penerapan GCG pada tugas-tugas operasional sehari-hari dengan mematuhi kode etik sebagai karyawan, serta senantiasa mendorong penciptaan value perusahaan melalui praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan, sehingga prinsip-prinsip GCG mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), dan seluruh karyawan dapat memahami dan berusaha mematuhi ”mana yang boleh dan ”mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Dengan karyawan BUMN mempunyai corporate culture yang excelent, akan terwujud BUMN-BUMN yang berkinerja baik dan kompetitif tidak hanya di tingkat lokal namun juga di tingkat global.
Selanjutnya, Tanri Abeng dengan makalah yang bertema ”Peluang dan Tantangan Menuju World Class Company” antara lain menyampaikan bahwa strategi untuk mencapai Wold Class Company adalah dengan melakukan restrukturisasi untuk proses penciptaan nilai (value creation), profitisasi dengan optimalisasi/efisiensi untuk pertumbuhan dan dukungan APBN melalui pajak dan dividen serta privatisasi untuk bayar utang dan pengembangan usaha. Restrukturisasi , profitisasi dan privatisasi harus dapat menciptakan lapangan kerja baru bukan PHK, melalui ekspansi dan investasi baru yang perlu retraining dan reorientasi menuju kultur korporasi yang kompetitif. Beberapa aspek dari pondasi kunci adalah adanya kerukunan Serikat Pekerja/Serikat Karyawan, management system, global leadership dan adanya master plan. Karyawan harus profesionalisme, selain itu adanya depolitisasi dan debirokratisasi terhadap BUMN. Keberhasilan BUMN tahun 2009 mencapai laba bersih 74 triliun dari rencana 70 triliun, jika dibandingkan dengan Petronas yang memiliki laba bersih tahun 2008 sebesar Rp 190 triliun, sesungguhnya masih sangat jauh dari memuaskan.
Faisal Basri dalam makalah dengan tema ”Tinjauan atas Kebijakan Membangun Sinergi Antar BUMN, antara lain menyampaikan bahwa kendala dari perkembangan BUMN adalah adanya ego korporasi. Belum adanya jalinan untuk saling kerja sama antar BUMN yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh PTPN akan membeli pupuk dari non BUMN, begitu pula dengan PNG lebih senang menjual gas kepada konsumen lain dari pada kepada sesama BUMN.
Indikator keberhasilannya adalah tidak mengutamakan kontribusi pada APBN, tergantung kepada visi dan misi BUMN yang meliputi multiplier effect dan eksternalitas, memperkuat struktur industri, mendorong daya saing perekonomian, mengimbangi kekuatan dunia usaha swasta dan menjadi pioneer.
Sementara itu, I Ketut Marjana dalam makalah dengan tema ”Pelaksanaan Sinergi BUMN di PT Pos (Persero) Tbk. antara lain menyampaikan tentang reformasi di PT Pos. Undang-Undang No. 38 tahun 2009 tentang Pos memberikan tantangan dan sekaligus peluang PT Pos untuk berkembang antara lain dengan adanya open market, interkoneksi, keterlibatan asing, layangan Pos universal, peran pemerintah dan penyehatan PT Pos Indonesia. Reformasi ditujukan untuk tercapainya Pos Indonesia yang sehat, efisien, profitable, dan siap bersaing. Hal ini dilakukan antara lain melalui financial restructuring, transformasi dan pengembangan business, transformasi SDM, manajemen kinerja dan efektifitas organisasi, meningkatkan efisiensi biaya, internal control, risk management serta memperkuat infrastruktur bisnis.
Pada sesi II, Fachry Ali dalam makalah dengan tema ” Aspek Ideologi Ekonomi BUMN” antara lain menyampaikan bahwa ideologi ekonomi yang berkembang ada 2 (dua) bentuk yang kontras ”kepercayaan” , yaitu : sistem ekonomi pasar (market-led economy) dan ekonomi terencana (planned atau state-led economy). Gagasan tentang ekonomi pasar berkembang di negara-negara barat, sedangkan gagasan tentang ekonomi terencana sebenarnya lebih ”kuno”, gagasan ini merupakan reaksi bahwa tidak ada sistem pasar yang sempurna dalam mengalokasikan sumberdaya ekonomi, kecuali hanya melahirkan penindasan pemiliki modal (capitalists) atas kaum pekerja. Sistem ini berkembang di Uni Soviet dan negara-negara yang baru merdeka, seperti Indonesia saat tahun 1950 an – 1960 an.
Sejatinya BUMN lahir melalui melalui pergolakan politik tahun 1958, yaitu usaha Indonesia merebut Irian Barat yang melahirkan konflik dengan Belanda dan berujung pada nasionalisasi seluruh perusahaan-perusahaan asing, terutama milik pengusaha Belanda. Tidak salah jika keberadaan BUMN pada esensinya adalah refleksi dari kecenderungan ”ideologi ekonomi” tertentu. Dalam konteks konstitual, ”ideologi ekonomi” ini tercermin pada pasal 33 yang menekankan bahwa seluruh sumberdaya ekonomi dikuasai oleh negara, yang diabdikan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Dalam konteks manajerial, sebagai badan usaha, tentu saja BUMN harus berkinerja sesuai dengan asas-asas yang bisa diterima dalam dunia usaha. Gagasan Keynes dapat dipertimbangkan dengan masak-masak. Konsep big push (dorongan besar), yang dikembangkan dalam ekonomi pembangunan dan merupakan derivasi dari gagasan effective demand Keynes. Pengertian ”dorongan besar” adalah bahwa hanya negara yang secara absah mengontrol sumberdaya besar dan talenta serta keabsahan politik berhubungan dengan sumber-sumberdaya ekonomi global yang mampu bertindak sebagai faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi, ketika aktor-aktor di luar negara tak memiliki kemampuan memadai mengakumulasikan kapital bagi pembangunan.
Aria Bima dalam makalah dengan tema ” Evaluasi Kebijakan dan Pelaksanaan Good Corporate Governance di BUMN ” antara lain menyampaikan bahwa pelaku bisnis sebagai pilar utama dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, terdiri dari : Badan usaha Milik negara (BUMN), Badan usaha Miliki Swasta dan Koperasi. Gambaran umum untuk negara-negara berkembang, terutama Indonesia adalah kelemahan institusional. Perekonomian mengalami penyakit Poor Corporate Governance : kelemahan dalam sistem dan etika pengelolaan perusahaan. Laporan akuntansi perusahaan tidak dapat dipercaya, insider trading merupakan praktek sehari-hari, korupsi merajalela. Maraknya hubungan KKN antara penguasa politik dengan BUMN yang dititipi kepercayaan publik. Sangat ironis, bahwa pemerintah yang mempunyai menteri khusus untuk urusan BUMN belum serius membrantas koruspsi yang merajalela dalam sekian banyak BUMN, bahkan menolak untuk mengambil tindakan dalam reformasi BUMN.
Selain persoalan Good Corporate Governence (GCG), persoalan lainnya adalah masalah manajer di BUMN yang paling menentukan dalam operasionalnya, sehingga profesionalisme dan perilaku kepemimpinan merupakan prasyarat utama dalam pengembangan perusahaan. Salah satu syarat penerapan sistem tata kelola yang baik adalah senantiasa harus mengikuti disiplin pasar (market dicipline) yang mulai ddiperlukan bagi suatu perekonomian yang berorientasi pasar (market oriented). Perusahaan yang berorientasi pada pasar adalah perusahaan yang menjadikan pelanggan sebagai kiblat bagi perusahaan untuk menjalankan bisnisnya (cutomer orientation). Di sisi lain, Slater & Narver (1995) menekankan pentingnya struktur organisasi organik (organic form) dalam lingkungan yang dinamis dan bergejolak. Organic form menggambarkan organisasi yang terdesentralisasi dalam pengambilan keputusan serta hubungan dan komunikasi antar bagian clan fungsi organisasi yang lebih bersifat fleksibel clan dan formal.
Good Corporate Governance, merupakan kebutuhan sangat mendasar bagi setiap organisasi bisnis (BUMN) jika ingin menjadi perusahaan yang mampu bersaing di pasar global. Tanpa penerapan prinsip-prinsip GCG secara baik, BUMN tidak bisa bersaing, karena sebaik-baiknya sistem yang disusun tanpa adanya penerapan GCG dan kepemimpinan profesional (leadership) akan melahirkan ketidakpastian. Melalui kepemimpinan yang handal mempermudah pelaku pasar memahami arah kebijakan pemerintah, arah pengembangan pasar dan mempermudah pelaku pasar melakukan kalkulasi anggaran yang diperlukan, yang pada akhirnya akan melahirkan iklim usaha BUMN yang sehat yang menjadi prasyarat dalam ekonomi yang berorientasi pasar, serta akan memungkinkan ekonomi Indonesia berkembang dengan didukung oleh fondasi mikro yang kuat, operasi yang efisien, dan sistem perencanaan yang baik.
Komisi VI DPR RI mengingatkan kepada pemerintah, cq Kementrian BUMN bahwa pengelolaan BUMN yang ada selama ini masih harus terus diikuti dengan implementasi praktek-praktek GCG yang benar. Praktek-praktek kurang terpuji di masa lalu sebagai akibat belum terimplementasinya standar etika bisnis dan belum sempunanya transparansi dalam pengelolaan perusahaan, dapat membuat situasi ekonomi semakin buruk.
Direktur SDM Antam dalam makalah dengan tema ”Problem dan Tantangan Pelaksanaan GCG di PT Antam bk”, antara lain menyampaikan bahwa tantangan implementasi GCG, terbagi 2 (dua) eksternal dan internal. Tingkat Eksternal meliputi sistem hukum dan penegakannya, good governence, standar profesionalisme, social value system, sedang di tingkat internal meliputi komitmen organ perusahaan, budaya perusahaan, pemahaman SDM tentang GCG, keteladanan dari pimpinan, efektifitas sistem pengendalian internal, terjebak pada formalitas.
Kunci sukses penerapan GCG, terbagi 2 (dua), di tingkat eksternal adalah regulasi yang mendukung implementasi GCG dan disertai law enforcement, depolitisasi perusahaan dan mendorong agar lebih independen, perbaikan good goverment governance secara simultan dan pelaksanaan privatisasi perusahaan secara fair, transparan dan akuntabel. Di tingkat internal meliputi; restrukturisasi internal dengan pembenahan budaya kerja dan perbaikan regulasi, komitmen kuat dari seluruh organ perusahaan, panutan dan teladan dari top manajemen, komitmen dari seluruh pegawai, dan implementasi secara simultan dan konsisten.
Komitmen Antam dalam GCG, komitmen pimpinan adalah; menetapkan kebijakan berbasis GCG, berperilaku etis, dan memberikan contoh, berlaku sebagai ”role model”, sedangkan komitmen karyawan adalah; mendukung kebijakan pimpinan, menjalankan prosedur yang telah ditetapkan dan berperilaku etis.
Adapun beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam Rakernas Federasi SP BUMN adalah :
- Pemerintah perlu mempersiapkan secara matang (kebijakan keberpihakan kepada pelaku pasar dalam negeri terhadap produk-produk impor) dalam pelaksanaan AFTA .
- Adanya kebijakan yang tegas dalam pelaksanaan GCG (law enforcement bagi BUMN yang tidak menerapkan GCG).
- Kebijakan yang tegas dalam aturan/implemetasi undang-undang tentang sinergi BUMN.
- Kebijakan dalam penyelamatan BUMN yang bermasalah (kolaps)
- Union blasting (tidak ada kriminalisasi terhadap Sekar/SP)
- Perlu ada ketegasan dalam pengaturan THP antara Direksi dengan karyawan yang tertinggi/terendah.
(Berdasarkan Laporan Tertulis Delegeasi Sekar Perhutani : Ahmad Taufik)…(dietweha).