PENETAPAN THP DIREKSI DAN KARYAWAN BUMN TERENDAH HARUS PROPORSIONAL DAN LAYAK [SEMINAR DAN RAKERNAS I FORUM SERIKAT PEKERJA BUMN DI BALI]

Kuta Bali, 27 – 30 Januarai 2010.  Bertempat di Bali – Pulau Dewata kebanggaan Bangsa Indonesia – Forum Serikat Pekerja BUMN mengadakan acara Seminar dan Rakernas Ke-1.  Acara ini diikuti oleh Serikat Karyawan dari 150 BUMN yang telah tergabung dalam Forum Serikat Pekerja BUMN se Indonesia.

Serikat Karyawan (Sekar) Perhutani sebagai salah satu anggota forum juga turut mengirimkan delegasi peserta seminar dan Rakernas sebanyak 5 (lima) orang, yaitu : perwakilan DPP, Ketua DPW I Jateng (Ahmad Taufik), Ketua DPW II Jatim (Mulato Joko), Ketua DPW III Janten (Amas Wijaya), dan Ketua DPW Kantor Pusat.

Acara Seminar Nasional diselenggarakan dengan mengangkat tema ”Membangun Sinergi dan Memperkokoh Good Governance di BUMN Menuju World Class Company”. Setelah itu dilanjutkan dengan Rapat Kerja Nasional Ke-1 Forum Serikat Pekerja BUMN di Hotel Jayakarta Jl. Werkudara Legian, Kuta Bali.

Acara ini dilaksanakan tanggal 27 – 30 Januari 2010, dan dihadiri oleh hampir segenap perwakilan dari Serikat Pekerja/Serikat Karyawan di seluruh Indonesia (150 BUMN dari 170 BUMN), Staf ahli Menteri BUMN dan Menakertrans,  Wakil dari Gubernur Bali dan dinas/instansi terkait.

Acara dibuka oleh staf ahli Menteri Tenaga Kerja  dan Transmigrasi dilanjutkan dengan pemaparan sesi I : Membangun Sinergi di BUMN : Peluang dan Tantangan Menuju World Class Company, oleh :  Tanri Abeng (Mantan Menteri Negara BUMN) , Faisal Basri (Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia) dan I. Ketut Marjana (Dirut PT Pos (Persero) Tbk.  Sesi II : Implementasi Good Governance di BUMN Menuju World Class Company, oleh : Fachry Ali (Ketua Komite Kebijakan Publik Meneg BUMN), Ario Bimo (Wakil Ketua Komisi VI DPR RI), Alwinsyah Lubis (Direktur Utama PT Antam Tbk), Junino Jahja (Direktur Utama PERURI).

Meneg BUMN dalam sambutan yang dibacakan oleh staf ahli, antara lain menyampaikan bahwa secara umum kinerja BUMN selama tahun 2009 mengalami peningkatan yang cukup signifikan.  Laba bersih BUMN tahun buku 2009 diperkirakan mencapai Rp 74 triliun, melampaui target laba bersih yang ditetapkan sebesar Rp 70 triliun.  Total aset BUMN tahun 2009 diperkirakan meningkat sebesar Rp 77 triliun atau 8,7 %, yaitu dari Rp 1.978 triliun menjadi Rp 2.150 triliun.  Pendapatan usaha tahun 2009 mengalami penurunan sebesar Rp 232 triliun atau 20 %, yaitu dari Rp 1.160 triliun menjadi Rp 930 triliun.  Tahun 2010 pendapatan usaha ditargetkan mencapai Rp 1.050 triliun atau naik sekitar 13 % dari tahun 2009.  Laba bersih ditargetkan meningkat secara signifikan menjadi Rp 90 triliun, atau naik 17,78 %.  Sementara total aset ditargetkan meningkat menjadi Rp 2.400 triliun atau naik sebesar 11,63 % dibandingkan tahun 2009.  Target dividen BUMN pada APBN 2009 sebesar Rp 26,8 triliun, dan naik menjadi Rp 28,6 triliun pada APBN-P 2009.

Berdasarkan data per 31 Desember 2009, total dividen BUMN yang disetorkan ke kas  negara diperkirakan mencapai Rp 28,63 triliun, atau melampaui target yang telah ditetapkan pemerintah dan DPR.  Sebanyak Rp 13,09 triliun dividen disumbangkan oleh PT Pertamina, dan Rp 15,54 triliun disumbangkan oleh BUMN non-Pertamina.  Pencapaian dividen BUMN non-Pertamina tersebut naik 4,7 % dibandingkan tahun 2008.  Realisasi belanja modal atau Capital Expenditure tahun 2009 (prognosa) mencapai 107,2 triliun.  Pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan target sebesar Rp 152 triliun, dan realisasi belanja modal tahun 2008 sebesar Rp 128,32 triliun.  Rendahnya realisasi tersebut disebabkan banyak BUMN yang menunda investasi, terkait dengan meluasnya dampak krisis global.

Pencapaian yang menggembirakan pada tahun 2009, diiringi pula dengan makin membaiknya penerapan tata kelola yang baik (good corporate governance).  Berbagai hasil penilaian pihak eksternal menunjukkan, bahwa pelaksanaan GCG di BUMN semakin membaik.  Hal itu dibuktikan dari berbagai penghargaan yang diterima oleh BUMN baik berskala nasional maupun internasional.  Dari aspek integritas, sesuai hasil penilaian KPK tahun 2009, sembilan BUMN memperoleh nilai tertinggi, yaitu PT Pos, Pertamina, Jamsostek, Kawasan Berikat Nusantara, Angkasa Pura II, PELNI, PGN, PT KAI, dan Jasa Raharjaa.

Harus diakui bahwa masih ada BUMN merugi dan dikategorikan bermasalah.  Selama ini rugi terbesar dibukukan PT PLN, yang menyumbang sekitar 90 % total kerugian BUMN.  Tahun 2009 PLN tidak lagi rugi karena pemberian margin 5 % oleh pemerintah.  Hal itu berdampak pada turunnya total kerugian BUMN secara sangat signifikan pada 2009, dari Rp 13,95 triliun pada 2008, menjadi Rp 1,17 triliun.  Jumlah BUMN rugi turun dari 31 BUMN tahun 2008 menjadi 20 BUMN tahun 2009.  Proyeksi tahun 2010, jumlah BUMN rugi tersisa 10 BUMN, dengan nilai total kerugian mencapai Rp 143,8 miliar.

Penyelesaian BUMN bermasalah semakin menunjukkan kemajuan, baik yang dilakukan sendiri maupun melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).  BUMN rugi/bermasalah yang telah diselesaikan permasalahannya tahun 2009 mencapai tujuh BUMN, dan satu BUMN dalam proses finalisasi.  Kementrian BUMN akan melanjutkan proses privatisasi terhadap BUMN yang telah memperoleh persetujuan DPR.  BUMN yang telah mendapatkan persetujuan DPR adalah Bank BTN, PT Garuda Indonesia, PT Pembangunan Perumahan, PT Krakatau Steel, PT Waskita Karya, dan PT Adhi Karya.  PT Bank BTN (Persero) telah listing di Bursa Efek Indonesia pada 17 Desember 2009, dengan harga perdana Rp 800 per lembar saham dan total penerimaan sebesar Rp 1,88 triliun.

Membangun sinergi dan memperkokoh GCG BUMN menuju ”World Class Company”, dapat ditempuh dengan meningkatkan kepatuhan penerapan GCG pada tugas-tugas operasional sehari-hari dengan mematuhi kode etik sebagai karyawan, serta senantiasa mendorong penciptaan value perusahaan melalui praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan, sehingga prinsip-prinsip GCG mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), dan seluruh karyawan dapat memahami dan berusaha mematuhi ”mana yang boleh dan ”mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.  Dengan karyawan BUMN mempunyai corporate culture yang excelent, akan terwujud BUMN-BUMN yang berkinerja baik dan kompetitif tidak hanya di tingkat lokal namun juga di tingkat global.

Selanjutnya, Tanri Abeng dengan makalah yang bertema ”Peluang dan Tantangan Menuju World Class Company”  antara lain menyampaikan bahwa strategi untuk mencapai Wold Class Company adalah dengan melakukan restrukturisasi untuk proses penciptaan nilai (value creation), profitisasi dengan optimalisasi/efisiensi untuk pertumbuhan dan dukungan APBN melalui pajak dan dividen serta privatisasi untuk bayar utang dan pengembangan usaha.  Restrukturisasi , profitisasi dan privatisasi harus dapat menciptakan lapangan kerja baru bukan PHK, melalui ekspansi dan investasi baru yang perlu retraining dan reorientasi menuju kultur korporasi yang kompetitif.   Beberapa aspek dari pondasi kunci adalah adanya kerukunan Serikat Pekerja/Serikat Karyawan, management system, global leadership dan adanya master plan.  Karyawan harus profesionalisme, selain itu adanya depolitisasi dan debirokratisasi terhadap BUMN.  Keberhasilan BUMN tahun 2009 mencapai laba bersih 74 triliun dari rencana 70 triliun, jika dibandingkan dengan Petronas yang memiliki laba bersih tahun 2008 sebesar Rp 190 triliun, sesungguhnya masih sangat jauh dari memuaskan.

Faisal Basri dalam makalah dengan tema ”Tinjauan atas Kebijakan Membangun Sinergi Antar BUMN, antara lain menyampaikan bahwa kendala dari perkembangan BUMN adalah adanya ego korporasi.  Belum adanya jalinan untuk saling kerja sama antar BUMN yang satu dengan lainnya.  Sebagai contoh PTPN akan membeli pupuk dari non BUMN, begitu pula dengan PNG lebih senang menjual gas kepada konsumen lain dari pada kepada sesama BUMN.

Indikator keberhasilannya adalah tidak mengutamakan kontribusi pada APBN, tergantung kepada visi dan misi BUMN yang meliputi multiplier effect dan eksternalitas, memperkuat struktur industri, mendorong daya saing perekonomian, mengimbangi kekuatan dunia usaha swasta dan menjadi pioneer.

Sementara itu, I Ketut Marjana dalam makalah dengan tema ”Pelaksanaan Sinergi BUMN di PT Pos (Persero) Tbk. antara lain menyampaikan tentang reformasi di PT Pos.  Undang-Undang No. 38 tahun 2009 tentang Pos memberikan tantangan dan sekaligus peluang PT Pos untuk berkembang antara lain dengan adanya open market, interkoneksi, keterlibatan asing, layangan Pos universal, peran pemerintah dan penyehatan PT Pos Indonesia.  Reformasi ditujukan untuk tercapainya Pos Indonesia yang sehat, efisien, profitable, dan siap bersaing.  Hal ini dilakukan antara lain melalui financial restructuring, transformasi dan pengembangan business, transformasi SDM, manajemen kinerja dan efektifitas organisasi, meningkatkan efisiensi biaya, internal control, risk management serta memperkuat infrastruktur bisnis.

Pada sesi II, Fachry Ali dalam makalah dengan tema ” Aspek Ideologi Ekonomi BUMN” antara lain menyampaikan bahwa ideologi ekonomi yang berkembang ada 2 (dua) bentuk yang kontras ”kepercayaan” , yaitu : sistem ekonomi pasar (market-led economy)  dan ekonomi terencana (planned atau state-led economy).   Gagasan tentang ekonomi pasar berkembang di negara-negara barat, sedangkan gagasan tentang ekonomi terencana sebenarnya lebih ”kuno”, gagasan ini merupakan reaksi bahwa tidak ada sistem pasar yang sempurna dalam mengalokasikan sumberdaya ekonomi, kecuali hanya melahirkan penindasan pemiliki modal (capitalists) atas kaum pekerja.  Sistem ini berkembang di Uni Soviet dan negara-negara yang baru merdeka, seperti Indonesia saat tahun 1950 an – 1960 an.

Sejatinya BUMN lahir melalui melalui pergolakan politik tahun 1958, yaitu usaha Indonesia merebut Irian Barat yang melahirkan konflik dengan Belanda dan berujung pada nasionalisasi seluruh perusahaan-perusahaan asing, terutama milik pengusaha Belanda.  Tidak salah jika keberadaan BUMN pada esensinya adalah refleksi dari kecenderungan ”ideologi ekonomi” tertentu.  Dalam konteks konstitual, ”ideologi ekonomi” ini tercermin pada pasal 33 yang menekankan bahwa seluruh sumberdaya ekonomi dikuasai oleh negara, yang diabdikan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Dalam konteks manajerial, sebagai badan usaha, tentu saja BUMN harus berkinerja sesuai dengan asas-asas yang bisa diterima dalam dunia usaha.  Gagasan Keynes dapat dipertimbangkan dengan masak-masak.  Konsep big push (dorongan besar), yang dikembangkan dalam ekonomi pembangunan dan merupakan derivasi dari gagasan effective demand Keynes.  Pengertian ”dorongan besar” adalah bahwa hanya negara yang secara absah mengontrol sumberdaya besar dan talenta serta keabsahan politik berhubungan dengan sumber-sumberdaya ekonomi global yang mampu bertindak sebagai faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi, ketika aktor-aktor di luar negara tak memiliki kemampuan memadai mengakumulasikan kapital bagi pembangunan.

Aria Bima dalam makalah dengan tema ” Evaluasi Kebijakan dan Pelaksanaan Good Corporate Governance di BUMN ” antara lain menyampaikan bahwa pelaku bisnis sebagai pilar utama dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, terdiri dari : Badan usaha Milik negara (BUMN), Badan usaha Miliki Swasta dan Koperasi.  Gambaran umum untuk negara-negara berkembang, terutama Indonesia adalah kelemahan institusional.  Perekonomian mengalami penyakit Poor Corporate Governance : kelemahan dalam sistem dan etika pengelolaan perusahaan.  Laporan akuntansi perusahaan tidak dapat dipercaya, insider trading merupakan praktek sehari-hari, korupsi merajalela.  Maraknya hubungan KKN antara penguasa politik dengan BUMN yang dititipi kepercayaan publik.  Sangat ironis, bahwa pemerintah yang mempunyai menteri khusus untuk urusan BUMN belum serius membrantas koruspsi yang merajalela dalam sekian banyak BUMN, bahkan menolak untuk mengambil tindakan dalam reformasi BUMN.

Selain persoalan Good Corporate Governence (GCG), persoalan lainnya adalah masalah manajer di BUMN yang paling menentukan dalam operasionalnya, sehingga profesionalisme dan perilaku kepemimpinan merupakan prasyarat utama dalam pengembangan perusahaan.  Salah satu syarat penerapan sistem tata kelola yang baik adalah senantiasa harus mengikuti disiplin pasar (market dicipline) yang mulai ddiperlukan bagi suatu perekonomian yang berorientasi pasar (market oriented).  Perusahaan yang berorientasi pada pasar adalah perusahaan yang menjadikan pelanggan sebagai kiblat bagi perusahaan untuk menjalankan bisnisnya (cutomer orientation).  Di sisi lain, Slater & Narver (1995) menekankan pentingnya struktur organisasi organik (organic form) dalam lingkungan yang dinamis dan bergejolak.  Organic form menggambarkan organisasi yang terdesentralisasi dalam pengambilan keputusan serta hubungan dan komunikasi antar bagian clan fungsi organisasi yang lebih bersifat fleksibel clan dan formal.

Good Corporate Governance, merupakan kebutuhan sangat mendasar bagi setiap organisasi bisnis (BUMN) jika ingin menjadi perusahaan yang mampu bersaing di pasar global.  Tanpa penerapan prinsip-prinsip GCG secara baik, BUMN tidak bisa bersaing, karena sebaik-baiknya sistem yang disusun tanpa adanya penerapan GCG dan kepemimpinan profesional (leadership) akan melahirkan ketidakpastian.  Melalui kepemimpinan yang handal mempermudah pelaku pasar memahami arah kebijakan pemerintah, arah pengembangan pasar dan mempermudah pelaku pasar melakukan kalkulasi anggaran yang diperlukan, yang pada akhirnya akan melahirkan iklim usaha BUMN yang sehat yang menjadi prasyarat dalam ekonomi yang berorientasi pasar, serta akan memungkinkan ekonomi Indonesia berkembang dengan didukung oleh fondasi mikro yang kuat, operasi yang efisien, dan sistem perencanaan yang baik.

Komisi VI DPR RI mengingatkan kepada pemerintah, cq Kementrian BUMN bahwa pengelolaan BUMN yang ada selama ini masih harus terus diikuti dengan implementasi praktek-praktek GCG yang benar.  Praktek-praktek kurang terpuji di masa lalu sebagai akibat belum terimplementasinya standar etika bisnis dan belum sempunanya transparansi dalam pengelolaan perusahaan, dapat membuat situasi ekonomi semakin buruk.

Direktur SDM Antam dalam makalah dengan tema ”Problem dan Tantangan Pelaksanaan GCG di PT Antam bk”, antara lain menyampaikan bahwa tantangan implementasi GCG, terbagi 2 (dua) eksternal dan internal.  Tingkat Eksternal meliputi sistem hukum dan penegakannya, good governence, standar profesionalisme, social value system, sedang di tingkat internal meliputi komitmen organ perusahaan, budaya perusahaan, pemahaman SDM tentang GCG, keteladanan dari pimpinan, efektifitas sistem pengendalian internal, terjebak pada formalitas.

Kunci sukses penerapan GCG, terbagi 2 (dua), di tingkat eksternal adalah regulasi yang mendukung implementasi GCG dan disertai law enforcement, depolitisasi perusahaan dan mendorong agar lebih independen, perbaikan good goverment governance secara simultan dan pelaksanaan privatisasi perusahaan secara fair, transparan dan akuntabel.  Di tingkat internal meliputi; restrukturisasi internal dengan pembenahan budaya kerja dan perbaikan regulasi, komitmen kuat dari seluruh organ perusahaan, panutan dan teladan dari top manajemen, komitmen dari seluruh pegawai, dan implementasi secara simultan dan konsisten.

Komitmen Antam dalam GCG, komitmen pimpinan adalah; menetapkan kebijakan berbasis GCG, berperilaku etis, dan memberikan contoh, berlaku sebagai ”role model”, sedangkan komitmen karyawan adalah;  mendukung kebijakan pimpinan, menjalankan prosedur yang telah ditetapkan dan berperilaku etis.

Adapun beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam Rakernas Federasi SP BUMN adalah :

  • Pemerintah perlu mempersiapkan secara matang (kebijakan keberpihakan kepada pelaku pasar dalam negeri terhadap produk-produk impor) dalam  pelaksanaan AFTA .
  • Adanya kebijakan yang tegas dalam pelaksanaan GCG (law enforcement bagi BUMN yang tidak menerapkan GCG).
  • Kebijakan yang tegas dalam aturan/implemetasi undang-undang tentang sinergi BUMN.
  • Kebijakan dalam penyelamatan BUMN yang bermasalah (kolaps)
  • Union blasting (tidak ada kriminalisasi terhadap Sekar/SP)
  • Perlu ada ketegasan dalam pengaturan THP antara Direksi dengan karyawan yang tertinggi/terendah.

(Berdasarkan Laporan Tertulis Delegeasi Sekar Perhutani : Ahmad Taufik)…(dietweha).

9 KATEGORI PRODUK KOMERSIAL PERUM PERHUTANI

Mahoni Online, 29 Januari 2010.   Sebagai salah bagian dari upaya mencapai keunggulan perusahaan di tengah lingkungan bisnis yang semakin ketat dan terbuka (global market), Perum Perhutani yang selama ini lebih banyak berkutat pada core bisnisnya dibidang produksi kayu – baik dari hilir sampai dengan hulu,  kini mulai mendefinisikan kembbali (redefinisi) line productnya yang lain, yang telah diusahakan dan akan dikembangkan maksimal sebagai alternatif core bisnis yang share pendapatannya semakin menurun.  Langkah diversifikasi tersebut ditempuh sejalan pula dengan keinginan pencapaian visi dan misi terbaru perusahaan “Menjadi Perusahaan Kehutanan Kelas Dunia Yang Berkelanjutan  (To Be The World Class Sustainable Forestry Enterprise)”.

Apa sajakah line produk Perum Perhutani sekarang ini?  Berikut kami sampaikan hasil redefinisi produk Perum Perhutani yang telah dilaksanakan oleh Tim Banstra Perum Perhutani.

  1. Sustainable Wood Products (SWP) : terdiri dari hasil hutan kayu, termasuk rotan dan bambu.
  2. Forest Chemical Product (FCP) : terdiri dari Getah, Kopal, Gondorukem, Terpentin, Minyak Kayuputih, minyak-minyakan dsb.nya.
  3. Forest Food & Health Product (FFHP) : terdiri dari air, kopi, cengkeh, aren, jagung, empon-empon, madu dsb.nya.
  4. Forest Clean Energy Product (FCEP) : terdiri dari pemamfaatan enerji mikro hidro, carbon trade
  5. Ecotourism & Landscape Beauty  (ELB) : terdiri dari wisata alam.
  6. Flora & Fauna Forestry Product (FFFP) : terdiri dari Kokon, benang sutra, kera, rusa, buaya dsb.nya
  7. Forest Seed Product (FSP) : yaitu pengembangan dan penjualan benih unggul bersertifikat
  8. Commercial Zone Product  (CZP) : yaitu pengembangan bisnis SPBU, Pertokoan, Perkantoran, Rest area, Restoran, Galian C, Papan reklame, Jalur pipa dsb.nya
  9. Forestry Trainning and Development (FTD) : yaitu pengembangan paket training dan konsultan.

Dengan telah dihasilkannya definisi Kategori produk Perum Perhutani ini, diharapkan target dan penanganan masing-masing line product dpat lebih fokus dan terarah.  Sehingga harapan perusahaan menjadi perusahaan kelas dunia dapat terwujud.  (dietweha).

METODE PENINGKATAN STATUS PEKERJA PELAKSANA MENJADI PEGAWAI PERUM PERHUTANI [SEBUAH HARAPAN]

Oleh : Gito Dfi (Karyawan KPH Banyumas Timur)

Latar belakang

Perum Perhutani sebagai sebuah institusi birokrasi maupun sebagai sebuah institusi bisnis, beberapa tahun terakhir ini banyak melakukan perubahan. Baik dalam model pengelolaan Hutan menjadi pengelolaan Hutan bersistem PHBM, sistem birokrasi dengan pemisahan KPH dan KBM, serta perubahan pengelolaan Sumber Daya Manusia.

Dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), tentu kita rasakan mulai tahun 2006, dengan adanya Rekruitmen Eksternal, Rekruitmen Internal, dan peningkatan status baik dari PKWT ke Pekerja Kontrak, pekerja Kontrak ke Pekerja Pelaksana (PH), Pekerja Pelaksana ke Calon Pegawai (tahun 2006).

Upaya untuk memperbaiki sistem peningkatan status juga terasa, dengan adanya 4 jenis tingkatan Karyawan pada tahun 2006 (Pegawai, Calon Pegawai, PH, PK, PKWT), kemudian pada tahun 2007 di sederhanakan yakni dengan adanya Pegawai, Pekerja Pelaksana, dan PKWT, dan tahun 2009 ini, hanya ada 2 jenis tingkatan karyawan yakni Pegawai dan Pekerja Pelaksana.

Demikian pula metode yang digunakan dalam Peningkatan Status. Tahun 2006, 2007, dan 2008, selalu terjadi perbedaan metode yang digunakan. Sekalipun pada intinya dititikberatkan pada Penilaian Kinerja.

Seperti kata pepatah, tiada gading yang tak retak, maka sedemikian bagus Metode Peningkatan Status yang ada, tentu tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, tulisan sederhana ini semoga menjadi bahan masukan sebagai pelengkap bagi para pemikir, perancang dan atau perencana Metode Peningkatan Status yang akan datang.

Dari berbagai latar belakang di atas, perkenankan kami menyampaikan uneg-uneg, gagasan, bagaimana supaya metode Peningkatan Status kedepan dapat memberi harapan kepada semua Pekerja Pelaksana, dapat memberi motivasi kami agar lebih giat dalam bekerja, adanya suatu jaminan fair play, obyektifitas, dan terencana dengan matang.

BEBERAPA HARAPAN

A. Grand Strategi

Sebagaimana kita ketahui, komposisi Karyawan Perhutani saat ini, kurang lebih 12.000 orang Pegawai, dan kurang lebih 13.000 orang Pekerja Pelaksana.  Selama ini, Peningkatan Status PP ke Pegawai selalu berdasar pada kemampuan Perusahaan, dimana jumlahnya berkisar 1.300 (seribu tiga ratus) an orang tiap tahun.  Dengan logika sederhana, jika tiap tahun kuota Peningkatan Status berkisar 1.300 (seribu tiga ratus) orang, maka perlu waktu 10 tahun untuk menyelesaikan hal ini.

Adalah sebuah Harapan, Perum Perhutani yang kami cintai ini, akan membuat suatu rencana yang komperhensif, berapa tahunkah seluruh Pekerja Pelaksana akan ditingkatkan statusnya menjadi Pegawai?  Sebuah Harapan pula agar Strategi Pengelolaan nasib Pekerja Pelaksana ini disampaikan secara transparan.

B. Peningkatan Status dengan 2 (dua) jalur.

Mengingat demikian beragamnya Usia para Pekerja Pelaksana saat ini, terusik kami untuk menyampaikan suatu Harapan adanya 2 jalur Peningkatan Status.

1. Jalur Pengabdian.

Sebagian besar Pekerja Pelaksana telah berusia lebih dari 45 Tahun, bahkan kurang lebih 10% nya telah masuk usia 50 Up. Usia yang menggambarkan yang bersangkutan telah menurun Kualitas Kerjanya. Telah menurun semangat kerjanya, bahkan mungkin telah putus asa mengharapkan Peningkatan Status atas dirinya.  Secara kemanusiaan, sudah selayaknya mereka yang telah bekerja sekian lama, ada yang 20 tahun, bahkan ada yang 25 tahun, mendapat penghargaan dengan adanya Peningkatan Status tanpa perlu seleksi dalam bentuk apapun.

Seleksi melalui jalur ini dapat dilaksanakan menggunakan metode jaring.  Metode ini pernah dipakai oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk mengangkat ratusan ribu atau mungkin Jutaan Honorer pada era tahun 2005 sampai dengan 2009. Metode ini juga terbukti memenuhi rasa keadilan para Honorer yang waktu itu jumlahnya ratusan ribu, atau mungkin Jutaan. Hal ini dapat dilihat dari minimnya protes dari para Honorer. (Protes dan Demo banyak di dominasi oleh Honorer yang tidak resmi / gajinya tidak berasal dari APBN atau APBD).   Dan Pemerintah telah sukses mengangkat seluruh Honorer yang mengabdikan diri sebelum tahun 2005, dalam tenggang waktu 4 tahun (2005-2009).

Metode ini sangat sederhana.  Jaring Pertama adalah Usia. Siapapun yang usianya paling tua, ia layak duluan. Jika tanggal lahir sama, maka disaring oleh jaring kedua, yakni Jaring Masa Kerja. Jika Usia sama, Masa Kerja sama, maka baru disaring dengan jaring Ketiga, yakni hasil seleksi Tes Kematangan Mental (Psikotest).  Dengan tiga Jaring ini, cukuplah membuat Kabupaten-kabupaten seantero Indonesia yang menanggung Honorer Ribuan orang dapat mendapat giliran tanpa perlu usreg-usregan.

Adalah sebuah saran, permohonan dan harapan, Perhutani bersedia mengulurkan tangan, meningkatkan status Saudara kami Pekerja Pelaksana yang telah berusia 50 tahun Up dengan metode ini.   Andai hal ini terkabul, misalnya 50% dari Kuota Peningkatan Status tiap tahun dialokasikan untuk jalur ini, tentu ini dapat menjadi obat rasa putus asa bukan hanya rekan-rekan yang berusia 50 tahun Up tetapi kami yang masih muda tentu akan merasakan hal yang sama.

2. Jalur Kinerja.

Disamping jalur pengabdian, adalah suatu kewajaran, Perhutani memakai Standar Kinerja dalam meningkatkan Status Pekerja Pelaksana bagi mereka yang tidak lolos Jalur Pengabdian.

Melalui jalur kinerja ini, Manajemen perlu meminimalisir adanya Subyektifitas.  Selama ini, Peningkatan Status tahun 2007 dan 2008, disadari atau tidak, telah memberi peluang yang besar bagi Tim Seleksi, atau Tim Kepegawaian, atau para Pimpinan level bawah untuk memberi penilaian siapa yang layak untuk lolos seleksi. Hal ini tentu saja tidak terlalu berbeda dengan memberi peluang adanya Penilaian Subyektif atau Like or Dislike. Inilah yang perlu diminimalisir, misalnya Tes Wawancara.

Seorang rekan Mandor Tanam menceritakan, ketika dilakukan Tes Wawancara, dirinya tidak mampu menjawab pertanyaan dari seorang anggota Tim Seleksi : berapa kilogram kebutuhan biji Tanaman Sela jenis Kemlanding untuk tiap hektarnya. Padahal fakta dilapangan, hal tersebut adalah makanan harian baginya, dan beliau adalah Mandor Tanam yang berhasil mengasuh ratusan Hektar Tanaman dengan prosentase tinggi, dari sejak bekerja sampai sekarang.

Adalah harapan, Peningkatan Status yang akan datang, tidak lagi memakai Seleksi Wawancara sebagai salah satu Proses pengambilan skor.   Cukuplah dengan seleksi tertulis yang measurable (terukur), transparan, Obyektif, bebas dari Like or dislike, tidak rawan KKN, dan berkeadilan.   Mengenai kriteria siapa yang dianggap memiliki kinerja yang baik, bagaimana cara menilai, tentu saja Perhutani lebih mampu menentukan skor dan kriterianya.

Mengulang apa yang disebut di atas, adalah sebuah usul, agar Perhutani memakai 2 (dua) jalur, Pengabdian dan Kinerja dengan Kuota berimbang bagi masing-masing jalur, sebagai solusi Kemanusiaan, penghargaan akan pengabdian dan Kebutuhan Perusahaan akan Karyawan yang Kompeten.

C. Sistem yang lebih transparan.

Transparansi diharapkan dilakukan pada beberapa hal:

1. Kuota.

Selama ini Kuota diumumkan untuk masing-masing Kantor Unit, sedangkan untuk masing-masing Satuan Unit Kerja (KPH/KBM) Kuota diumumkan setelah Proses Seleksi.  Kedepan, diusulkan agar kuota sampai dengan masing-masing Satuan Unit Kerja (KPH/KBM) diumumkan sebelum proses seleksi berjalan.

2. Proses Seleksi.

Dalam seleksi, alangkah bagusnya jika hasil seleksi (misalnya memakai tes), secepat mungkin diumumkan. Bahkan bila memungkinkan, selesai tes hasil tes langsung dikoreksi saat itu, dan diumumkan. (Di KPH kami telah dirintis oleh Bp. Andi Riana /Adminitratur KKPH Byt dalam seleksi calon peserta PMK).

Demikian sedikit masukan dan uneg-uneg kami, mohon maaf sebelumnya dan semoga bermanfaat. Amin.

Perhutani BERMAKNA [Sebuah Tata Nilai Baru Yang Akan Dikembangkan Menjadi Budaya Perusahaan]

Mahoni, 28 Januari 2010.  Dalam sebuah komunitas, hampir dapat dipastikan memiliki tata nilai.  Tata nilai mengatur seluruh warga anggota komunitas agar dapat berjalan beriringan sejalan secara harmonis untuk mencapai tujuan kolektif.  Dengan tata nilai yang digali dari faktor kesamaan visi, misi, cara mencapai tujuan dari setiap anggota komunitas, maka sebuah komunitas akan memiliki arah dan tujuan yang jelas dan terarah.  Demikian pula hal dengan Perhutani.  Sebagai kumpulan manusia yang bekerja untuk kelestarian hutan dan entitas bisnis, Perhutani juga memiliki tata nilai yang membuat Perhutani dapat bergerak menuju satu tujuan yang sama.

Pada era tahun 2000 – 2009 kemaren, Perhutani telah berhasil menggali dan melaksanakan tata nilainya sendiri yang kemudian menjadi budaya perusahaan yang disebut “PETIK”.  Budaya terus berkembang dan menyesuaikan diri mengikuti perkembangan tata nilai eksternal maupun internal.  Perkembangan tata nilai ini pun tidak luput mempengaruhi budaya Perhutani.  Sehingga budaya Perhutani perlu disesuaikan.

Melalui pembahasan dan kajian intensif yang dilaksanakan oleh direktorat Banstra, telah berhasil digali tata nilai baru yang diharapkan dapat menyempurnakan budaya PETIK yang sudah kita internalisasikan selama ini dalam setiap gerak langkah Perhutani.  Budaya baru ini disebut “BERMAKNA”.

BERMAKNA adalah kependekan dari B (Berkelanjutan – Going Concern), E (Ekselen – Excelent), R (Responsibilitas – Responsibility), M (Matang – Maturity), A (Akuntabilitas – Accountibility), K (Kerjasama Tim – Team Work), N (Nilai Tambah – Added Value), A (Agilitas – Kelincahan – Agility).

BERKELANJUTAN :

Selalu melakukan pengembangan dan penyempurnaan terus menerus,  dan belajar hal-hal yang baru untuk memperbaruhi keadaan serta berorientasi jangka panjang.

Contoh sikap dan perilaku yang harus dimiliki warga Perum Perhutani untuk mengaktualisasikan nilai “Berkelanjutan” adalah :

  • Antisipatif terhadap perkembangan lingkungan usaha
  • Siap menghadapi berbagai tantangan
  • Mengembangkan diri dengan mempelajari hal-hal yang baru

EKSELEN :

Selalu memperlihatkan gairah keunggulan dan berusaha keras untuk hasil yang terbaik, sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan sehingga tercapai kepuasan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders)

Contoh sikap dan perilaku yang harus dimiliki warga Perum Perhutani untuk mengaktualisasikan nilai “Ekselen (Excellence)” adalah :

  • Konsisten menunjukkan kinerja yang terbaik.
  • Selalu mengembangkan diri dengan mempelajari hal-hal yang baru.

RESPONSIBILITAS :

Selalu menggunakan penalaran (logika berpikir) dalam mempertimbangkan untung dan rugi, memiliki kesadaran diri yang utuh dalam bertindak, mengembangkan imajinasi untuk antisipasi dan selalu mendengarkan suara hati dalam mengambil setiap keputusan yang dilambil.

Contoh sikap dan perilaku yang harus dimiliki warga Perum Perhutani untuk mengaktualisasikan nilai “Responsibilitas” yakni :

  • Jujur dalam berbicara dan berperilaku
  • Menjauhi tindakan kriminal dan asusila di dalam maupun di luar  lingkungan kerja.

MATANG : (Maturity & kedewasaan)

Selalu bersikap dewasa dan memiliki keberanian untuk menyampai-kan pendapat ataupun keyakinannya dengan mempertimbangkan pendapat /perasaan orang lain, serta dapat menanggapi maupun memecahkan permasalahan secara bijaksana.

Contoh sikap & perilaku yang harus dimiliki warga Perum Perhutani untuk mengaktualisasikan nilai “Matang” adalah :

  • Melakukan segala sesuatu dengan penuh keiklasan.
  • Melihat setiap permasalahan dari sisi positif.
  • Menyampaikan pendapat/gagasan secara asertif  (jujur/bersih, jelas dan tegas).

AKUNTABILITAS :

Selalu mengutamakan data dan fakta dalam melaksanakan setiap pekerjaan dan  dapat mempertanggung jawabkannya.

Contoh sikap dan perilaku yang harus dimiliki warga Perum Perhutani untuk mengaktualisasikan nilai “Akuntabilitas (Accountability)” adalah :

  • Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pekerjaan.
  • Mendokumentasikan data dan fakta secara akurat dan tepat.
  • Mengambil keputusan berdasarkan data dan fakta yang terjadi.

KERJA SAMA TIM:

Selalu mengutamakan kerja sama tim, agar mampu menghasilkan sinergi optimal bagi perusahaan.

Contoh sikap dan perilaku yang harus dimiliki warga Perum Perhutani untuk mengaktualisasikan nilai “Kerja sama Tim (Team work)” adalah :

  • Berpikir dan bertindak atas dasar kesadaran bahwa fungsi dan peran masing-masing individu, tim, dan unit kerja merupakan kesatuan sistem yang utuh untuk mencapai prestasi terbaik.
  • Membina hubungan kerja yang harmonis

NILAI TAMBAH :

Selalu menghargai kreativitas dan melakukan inovasi, senantiasa belajar untuk mendapatkan cara baru dan hasil yang lebih baik.

Contoh sikap dan perilaku yang harus dimiliki warga Perum Perhutani untuk mengaktualisasikan nilai “Nilai Tambah (Added Value)” adalah :

  • Berinisiatif dalam memanfaatkan berbagai peluang untuk menciptakan hal-hal baru secara kreatif.
  • Berupaya menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki produk, jasa dan proses bisnis yang ada, sehingga memberikan nilai tambah pada stakeholders.

AGILITAS : (Kelincahan)

Selalu tanggap dan beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi perubahan serta melihat perubahan sebagai peluang untuk mencapai sukses di arena persaingan pasar global.

Contoh sikap dan perilaku yang harus dimiliki warga Perum Perhutani untuk mengaktualisasikan nilai “Agilitas (Agility)” antara lain :

  • Responsif terhadap perubahan yang terjadi di dalam dan di luar organisasi.
  • Menangkap peluang di tengah perubahan dengan cepat.

Budaya perusahaan ini akan diterapkan tahun ini.  Sehingga bagi warga Perhutani, kita semua harus siap menyesuaikan diri dengan budaya perusahaan yang baru ini.  Sehingga gerak langkah kita sebagai satu kesatuan dapat seirama dan sejalan dan satu tujuan mencapai kejayaan perusahaan dan kesejahteraan warga Perhutani tercinta. Amin. (Dietweha – Disadurkan dari Bahan Presentasi Dir Banstra).

11 Januari 2010, Hari Jadi Sekar Ke-5 (Yang Terlupakan dan Terabaikan)

Mahoni, 15 Januari 2010.  Judul posting di atas bisa jadi tamparan bagi kita semua anggota Sekar Perhutani.  Bagaimana Tidak?  Baik pengurus DPP, DPW maupun DPD tidak ada satu pun yang teringat akan hari kelahiran sekar itu.  Satu hari yang setahun lalu telah kita sepakati bersama di Pujon, Batu Malang Jawa Timur – untuk selalu kita kenang dan kita ingat sebagai hari jadi Sekar, ternyata tahun ini terlupakan dan terabaikan.  Adakah karena begitu sibuknya kita menghadapai bejibunnya pekerjaan dan target-targetnya, sehingga tak sempet satu pun di antara kita menyimpan memori 11 Januari?

Mungkin benar bahwa kita memang sangat sibuk dengan pekerjaan dan tugas-tugas kita.  Tapi tak ada salahnya, walaupun terlambat, kita sempatkan waktu memperingatinya.  Tidak untuk berpesta, tetapi untuk mengatur kembali ritme organisasi kita, mengevaluasi kinerja kita di 2009, dan beresolusi untuk 2010.  Adakah itu akan bermanfaat buat sekar kita.  Menurut saya penting kawan.

Sebagai kilas balik dan mengingatkan kenangan kita akan peringatan Hari Jadi Sekar ke-4, silakan klik posting pada mahoni edisi Ultah Sekar disini.  Berbagai acara diadakan sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa dan pengorbanan para pendiri Sekar yang telah memperjuangkan eksistensi Sekar dari tiada menjadi ada, dan sekarang diakui dan sangat diperhitungkan keberadaannya oleh manajemen.  Sungguh ironi jika kita para penerusnya tidak ingat akan masa-masa itu dan membesarkan serta menguatkan Sekar untuk kepentingan perjuangan nasib karyawan.

Berita baik :  setelah kita semua saling mengingatkan, akhirnya Ketum DPP Sekar Perhutani memutuskan akan menyelenggarakan peringatan Hari Jadi Sekar ke-5 ini di Batu Raden- Jawa Tengah (Red : Sama-sama di “BATU hehehe).  Dengan EO DPW Unit I Jawa Tengah.  Soal kapan waktunya, mari kita tunggu informasi lebih lanjut (Simak terus informasi di Grup Facebook  Sekar Perhutani).  Dan yang terpenting, dukungan, partisipasi dan kehadiran kita semua wajib kita tunjukkan.

MAJU TERUS SEKAR PERHUTANI, SELAMAT HARI JADI KE-5.  (dietweha)

Pro-Kontra SK 632 dan 607/Kpts/Dir/2009 Tentang Kenaikan Gaji

Mahoni, 15 Januari 2010.  Setelah ditunggu-tunggu dan disuarakan Sekar hampir 2 tahun, akhirnya Direksi Perum Perhutani menaikkan gaji karyawan Perum Perhutani.  Keputusan kenaikan gaji tersebut tertuang dalam SK Direktur Utama Perum Perhutani No. 632/Kpts/2009 tanggal 23 Desember 2009 tentang Penetapan besarnya tambahan tunjangan jabatan bagi pejabat Jenjang Jabatan I dan Jenjang Jabatan II dan SK Direktur Utama No : 607/Kpts/2009 tanggal 17 Desember 2009 tentang Penetapan besarnya tunjangan penyesuaian penghasilan bagi pejabat Jenjang  Jabatan III sampai dengan PKWT.  Kenaikan gaji tersebut mulai berlaku per Oktober 2009.

Namun demikian, terbitnya kedua SK tersebut ternyata justru menimbulkan berbagai pro dan kontra di kalangan karyawan.   Bahkan nyaris menimbulkan demotivasi kerja, penggalangan mogok kerja sampai ada keinginan untuk berdemo.  Sebagian besar karyawan – terutama yang berada di level jenjang Jabatan III ke bawah – menyatakan kecewa atas kesenjangan kenaikan gaji yang ditetapkan oleh kedua SK tersebut.  Lho kenapa?  Naik gaji kok malah kecewa? Baca entri selengkapnya »